Menggapai Hikmah Ramadhan 
Dikirim: [18/08/2010]
 

Ramadhan telah menghampiri kita, bulan mulia nan agung, bulan yang dielu-elukan kehadirannya oleh setiap insan islam di seluruh penjuru dunia. Banyak umat muslim yang begitu bersemangat dan antusias mengisi bulan suci ini dengan amal-amal yang mendatangkan ridho Allah, namun tak sedikit pula yang mengisinya hanya dengan setengah hati.

Mereka yang menanti Ramadhan adalah mereka yang sudah mempersiapkan diri dalam menjalankan ibadah Ramadhan, baik puasa itu sendiri maupun sunnah-sunnah yang menyertainya. Orang-orang yang sangat dekat dengan Allah selalu cenderung merindukan datangnya Ramadhan dan menangisi kepergian bulan ini. Sementara mereka yang menyambut Ramadhan dengan setengah hati adalah sebagian besar manusia yang hanya menjalankan puasa Ramadhan sebagai ritual belaka tanpa kehendak memaknai apa yang terkandung di dalamnya. Berpuasa tapi tidak mengerti makna dan hikmahnya, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah bahwa sebagian manusia berpuasa hanya untuk mendapatkan rasa lapar dan dahaga.

Puasa sangat berkaitan dengan pengendalian. Pengendalian terhadap nafsu dan syahwat yang tadinya Halal menjadi haram di siang Ramadhan. Secara logika, jika yang halal saja seorang mukmin mampu mengendalikannya, lebih-lebih lagi yang haram. Alangkah pakemnya rem iman orang mukmin itu, dan inilah modal besar menghadapi kehidupan yang penuh dengan kemaksiatan ini. Di sinilah keagungan ajaran Allah! dengan menahan makan minum, maka akan terasa lezatnya makan minum itu, serta menimbulkan empati ikut merasakan betapa banyak orang sakit yang tidak bisa makan minum, atau orang yang memang tidak bisa makan minum karena miskin. Dalam hal inilah Allah membangkitkan kesadaran sosial dan kepedulian kita terhadap sesama melalui ibadah puasa.

Pesan utama dalam berpuasa adalah pengendalian diri dan penundaan kesenangan sementara. Penundaan kesenangan ini dapat dilihat dalam hadits Rasulullah SAW (yang artinya) : “Ada dua kebahagiaan orang berpuasa, yakni ketika ia berbuka dan ketika kelak ia bertemu Allah.” (HR. Bukhari Muslim). Benar saja, kenikmatan berpuasa akan dapat kita rasakan ketika datang saat berbuka. Betapa nikmatnya segelas teh yang anda minum yang dapat menghapus dahaga luar biasa yang anda rasakan selama berjam jam.
Allah ingin mendidik kita menjadi hambaNya yang pandai bersyukur. Syukur atas setiap nikmat yang diberikan oleh Allah berupa udara yang kita hirup, makanan yang kita makan, pakaian yang kita pakai, rumah yang kita tinggali. Pada bulan puasa makanan yang halal untuk dimakan menjadi haram untuk sementara waktu. Jika kita taati, maka akan nikmatlah yang kita rasakan ketika saat berbuka tiba. Begitu juga kebutuhan biologis yang menjadi fitrah manusia.

Ramadhan adalah bulan penuh kebaikan. Kita dapat melihat dan mendengar ramainya pengajian di masjid-masjid di pelosok negeri. Stasiun televisi akan berlomba menayangkan program-program khusus Ramadhan, walau terkadang sama sekali tidak ada relevansinya dengan Ramadhan itu sendiri. Pada saat-saat begini, biasanya para artis dan public figure akan menutup sedikit aurat mereka. Sayangnya, ketika Ramadhan berakhir, berakhir pula serentetan kebaikan dan kesalehan sesaat tadi. Kembali kita menyaksikan sejumlah kemaksiatan, kesesatan, dan perbuatan-perbuatan yang melampaui batas.

Seharusnya itu tidak akan terjadi jika saja kita semua dapat memahami makna dan hakikat Ramadhan yang sesungguhnya. Ramadhan adalah bulan pembelajaran dan pendidikan rohani. Ramadhan menjadi satuan waktu dan tempat bagi kaum muslimin untuk melakukan training fisik, psikis dan spiritual dengan harapan meraih predikat taqwa ketika kita memasuki Syawal. Makan, minum dan kebutuhan biologis merupakan kebutuhan dasar (basic need) manusia. Dengan berpuasa, ditanamkan suatu prinsip bahwa kitalah yang seharusnya berkuasa terhadap diri kita (nafsu kita) dan bukan kita yang dikendalikan olehnya. Dengan kata lain, manusia diajarkan untuk menjadi raja bagi dirinya sendiri.

Manusia memang seharusnya dapat menjadi tuan bagi hawa nafsunya dan bukan malah diperbudak oleh nafsu. Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa nafsu cenderung mengajak kepada keburukan. Banyak sekali contoh yang dapat kita saksikan bahkan rasakan sendiri. Jangan dulu melihat orang lain, bercerminlah pada diri sendiri. Apakah selama berpuasa kita tetap saja malas membaca Al-Qur’an, masih malas melaksanakan tarawih dengan alasan itu sekedar amalan sunnah saja, masih malas qiyamullail (menghidupkan malam dengan ibadah)? Pada bulan Ramadhan sesungguhnya kita diberi waktu lebih oleh Allah untuk melakukan semua itu. Senggang waktu yang biasa digunakan untuk makan siang, misalnya, dapat dimanfaatkan untuk membaca Al-Qur’an. Ada waktu bangun sahur yang bisa kita manfaatkan untuk qiyamullail. Banyak waktu yang terkadang hanya kita lewatkan untuk membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat, atau tidur berlebihan yang sebenarnya bisa diganti dengan beribadah.

Dalam kisah Adam di surga, diceritakan pelanggaran pertama yang dilakukan nenek moyang manusia. Nabi Adam mendekati sebuah pohon terlarang, padahal ketika itu ia bebas untuk memakan apa pun yang ada di surga kecuali buah tertentu tadi. Perbuatan melanggar oleh Adam ini seakan menjadi i’tibar bagi seluruh umat manusia bahwa dasar kelemahan manusia adalah ketidak-mampuan mengendalikan diri. Manusia adalah mahkluk yang gampang tergoda. Mereka yang tidak mampu mengendalikan dirinya , akan berada di kedudukan yang hina.

Hikmah lain di bulan Ramadhan yang bisa ditinjau dari sisi medis adalah adanya waktu untuk beristirahat bagi pencernaan kita. Puasa memberi kesempatan kepada organ-organ cerna untuk beristirahat sehingga tidak harus bekerja terus menerus. Saat berpuasa, organ-organ tubuh dapat beristirahat, sementara miliaran sel dalam tubuh bisa menghimpun diri untuk bertahan hidup. Puasa berfungsi sebagai detoksifikasi untuk mengeluarkan kotoran, toksin, atau racun dari dalam tubuh. Puasa meremajakan sel-sel tubuh dan mengganti sel-sel tubuh yang sudah rusak dengan yang baru, serta memperbaiki fungsi hormon, menjadikan kulit sehat dan meningkatkan daya tahan.

Ibadah puasa membuktikan bahwa Islam sangat memperhatikan hidup manusia secara rinci. Dari puasa saja, begitu banyak hikmah dan manfaat yang bisa dipetik. Timbulnya kesadaran sosial, kecenderungan untuk pandai bersyukur, pengendalian hawa nafsu hingga pemeliharaan kesehatan jasmani adalah unsur-unsur yang dapat membentuk kepribadian sempurna seorang muslim.

Dalam sebuah hadits Qudsi Allah Swt berfirman : “Setiap amalan ibnu Adam adalah baginya sendiri kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu bagiKu dan Aku yang akan memberi pahala langsung bagi puasanya itu. Dia meninggalkan makanannya, minumannya dan syahwatnya karena Aku.” (HR. Ahmad dan Muslim) Jadi sesungguhnya puasa adalah merupakan suatu ibadah yang luar-biasa nilainya di mata Allah SWT, sehingga Allah tidak menjelaskan besar nilai pahala ini dan berjanji membalasnya sendiri kelak.

Hikmah-Hikmah lain bulan Ramadhan ini antara lain :

Ramadhan sebagai Training Keikhlasan
Puasa adalah ibadah yang melatih keikhlasan. Maka puasa Ramadhan selama sebulan adalah training keikhlasan yang sangat efektif. Sejak awal Rasulullah SAW menjelaskan betapa ibadah puasa benar-benar jalur langsung antara seorang dengan Tuhannya. Puasa menjadi ibadah yang begitu mulia karena langsung dinilai oleh Allah sang Maha Mulia. Beliau meriwayatkan firman Allah SWT dalam sebuah hadits Qudsi : “ Setiap amal manusia adalah untuknya kecuali Puasa, sesungguhnya (puasa) itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya “ ( HR Ahmad dan Muslim).

Ibadah Puasa melatih kita untuk ikhlas dalam arti yang paling sederhana, yaitu : beramal hanya karena Allah SWT, mengharap pahala dan keridhoan-Nya. Betapa tidak ? Hampir semua ibadah bisa dideteksi dengan mudah oleh semua manusia, kecuali puasa. Orang menjalankan sholat dan zakat bisa dengan mudah terlihat dengan mata telanjang. Apalagi ibadah haji, rasa-rasanya satu kampung pun bisa mengetahui kalau salah satu kita menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan puasa, yang hampir-hampir tidak bisa diketahui oleh orang lain karena kita ‘sekedar’ menahan tidak makan minum dan berhubungan badan.

Artinya, dalam puasa kita dipaksa untuk ‘ikhlas’ menjalani itu semua hanya karena Allah SWT. Sekiranya bukan karena ikhlas, akan sangat mudah bagi seseorang untuk mengelabui keluarga atau teman-temannya. Ia bisa ikut sahur dan juga berbuka bersama keluarga, tapi di siang hari mungkin saja menyantap lahan makanan di warung langganannya. Kita semua juga bisa berakting puasa dengan mudah, tapi lihatlah : tidak pernah terbersit dalam hati kita untuk menjalani puasa dengan modus semacam itu.

Subhanallah, inilah training keikhlasan terbaik yang pernah kita dapati. Sebulan penuh merasa di awasi dan beramal hanya karena Allah SWT. Mari kita sedikit berangan, seandainya kaum muslimin di Indonesia bisa mengambil sedikit saja oleh-oleh keikhlasan samacam ini untuk bulan-bulan selanjutnya, bisa kita bayangkan angka kejahatan, korupsi dan sebagainya insya Allah akan menurun drastis. Karena mereka semua merasa di awasi oleh Allah SWT, lalu menjalankan ketaatan dengan ikhlas sebagaimana meninggalkan kemaksiatan juga dengan ikhlas.

Ramadhan untuk Training Keistiqomahan
Momentum Ramadhan yang penuh dengan berbagai amalan –dari pagi hingga malam hari- mau tidak mau, suka tidak suka, akan membuat seorang berlatih untuk istiqomah dalam hari-hari selanjutnya. Kita semua benar-benar menjadi orang yang sibuk dalam bulan Ramadhan. Bangun di awal hari untuk sholat malam dan sahur, kemudian siang hari yang dihiasi tilawah dan dakwah, belum lagi malam hari yang bercahayakan tarawih dan tadaruh. Semua kita lakukan dalam tempo sebulan penuh terus menerus.

Sebuah kebiasaan tahunan yang nyaris tidak kita percaya bahwa kita bisa menjalaninya. Semangat beribadah kita benar-benar dipacu saat memulai Ramadhan. Bahkan Rasulullah SAW memberikan panduan agar melipatgandakan semangat saat akan melepas bulan mulia tersebut. Dari Aisyah ra, ia berkata : adalah Nabi SAW ketika masuk sepuluh hari yang terakhir (Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan istrinya, dan mengikat sarungnya (HR Bukhori dan Muslim)

Bila training keistiqomahan ini kita resapi dengan baik, maka kita akan terbiasa beramal secara terus menerus dan berkelanjutan dalam bulan yang lain. Segala halangan dan rintangan akan teratasi dengan sempurna karena semangat istiqomah yang telah tertempa dalam dada kita. Pada bulan berikutnya, saat lelah melanda, ada baiknya kita mengingat kembali semangat kita yang menyala-nyala dalam bulan Ramadhan. Untuk kemudian bangkit dan melanjutkan amal dengan penuh semangat !

Ramadhan sebagai Training Ihsan
Syariat kita mengajarkan untuk optimal atau ihsan dalam setiap ibadah. Tak terkecuali dengan ibadah puasa Ramadhan. Setiap kita diminta untuk meniti hari-hari puasa dengan penuh ketelitian. Menjaganya dari segala onak yang justru akan memporakporandakan pahala puasa kita. Rasulullah SAW telah mengingatkan : ” Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan dari puasanya kecuali hanya rasa lapar. Dan betapa banyak orang yang sholat malam, tapi tidak mendapatkan dari sholatnya kecuali hanya begadang ” (HR Ibnu Majah)

Ini artinya, hari-hari puasa kita haruslah penuh kehati-hatian. Menjaga lisan, pandangan dan anggota badan lainnya dari kemaksiatan. Sungguh berat, tapi tiga puluh hari latihan seharusnya akan membuat kita melangkah lebih ringan dalam hal ihsan pada bulan-bulan selanjutnya. Bahkan semestinya, perilaku ihsan ini memang menjadi branding kaum muslimin dalam setiap amalnya.

Terakhir, banyak hikmah lain yang terserak sedemikian rupa dalam titian tiga puluh hari yang mulia ini. Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali mengais hikmah-hikmah tersebut dari hari ke hari Ramadhan kita, untuk kemudian menjadikannya sebagai simpanan dalam menyambut bulan-bulan berikutnya. Mari memulai dari keinginan tulus dalam hati untuk mensukseskan Ramadhan tahun ini. Lalu diikuti dengan kesungguhan dalam mengisinya bahkan hingga saat hilal Syawal menjelang. Agar kegembiraan yang dijanjikan bisa kita dapatkan. Rasulullah SAW bersabda : ” Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka ( buka puasa dan juga saat Idul Fitri) dan kegembiraan saat bertemu Tuhan mereka ” ( Hadits Bukhori & Muslim )

Begitu besar hikmah Ramadhan bagi kaum muslimin. Kini, semua berpulang kepada kita sendiri, apakah kita hendak menjadi golongan mereka yang mengisi Ramadhan dengan amal ibadah yang sesungguhnya, atau termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memasukinya hanya dengan setengah hati?

Disadur dari Majalah Cahaya Nabawiy Edisi No. 86 Sya’ban 1431 H dan lainnya