Masih ada kesempatan – 2
Ditulis oleh Admin di/pada 3 September 2010
Oleh : Ustadz Jindan bin Naufal Bin Jindan
Tata krama di dalam berpuasa
Ketahuilah bahwa di dalam berpuasa terdapat adab dan tata krama yang mana tidak sempurna puasa seseorang tanpa tata krama tersebut. Di antara tata krama yang terpenting ialah memelihara lidah untuk tidak berdusta, mencaci orang, mencampuri urusan orang lain, mengekang mata dan telinga dari mendengar dan melihat sesuatu yang tidak halal dan dipandang tidak ada sangkut-pautnya dengan dirinya.
Dan hendaknya menahan perutnya dari memakan makanan yang syubhat, apalagi yang haram, terutama ketika sedang berbuka puasa. Sebagian salaf berkata, “Jika anda berbuka puasa, maka perhatikanlah dengan makanan yang bagaimanakah anda berbuka dan di tempat siapakah anda berbuka.” Ini merupakan anjuran untuk berjaga-jaga dan memperhatikan makanan berbuka kita.
Orang yang berpuasa juga harus memelihara seluruh anggota tubuhnya dari perbuatan dosa, dan menjauhkannya dari segala urusan yang tidak menyangkut dirinya. Dengan demikian sempurna dan bersihlah puasanya. Sebab berapa banyak orang yang berpuasa, akan tetapi membiarkan anggota tubuhnya terjerumus di dalam kemaksiatan. Rasulullah bersabda, “Berapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapat apa-apa dari puasanya melainkan hanya lapar dan haus.” Meninggalkan maksiat menjadi kewajiban bagi orang yang berpuasa dan tidak berpuasa, hanya saja orang yang berpuasa lebih wajib untuk memelihara diri dan lebih dituntut.
Di antara adab puasa yang lain adalah hendaknya orang yang berpuasa tidak terlalu banyak tidur di siang hari, dan tidak terlampau banyak makan di malam hari. Hendaknya bersahaja di dalam kedua perkara ini agar bisa merasakan pedihnya lapar dan dahaga. Dengan begitu kelak jiwanya akan terdidik, nafsu syahwatnya akan terkendali dan hatinya akan bercahaya. Disitulah terletak rahasia dan tujuan puasa yang sebenarnya.
Selanjutnya hendaknya mengurangi segala rupa kemewahan dengan makanan dan minuman yang membangkitkan selera sebagaimana kebiasaan ahli zaman. Sekurang-kurangnya ia tidak melebihkan kebiasaannya di bulan Ramadhan dalam memenuhi selera, bahkan sama dengan bulan-bulan yang lain. Itulah sekurang-kurangnya yang patut dilakukan.
Dan hendaknya di bulan Ramadhan tidak terlalu menyibukkan diri dengan urusan-urusan dunia. Akan tetapi membenamkan dirinya untuk beribadah kepada Allah dan berdzikir dengan semampunya. Tidak menyibukkan diri dengan urusan dunia melainkan sekadar mencukupi kebutuhan diri dan keluarga. Sebab bulan Ramadhan terhadap bulan-bulan lainnya sama seperti hari Jumat terhadap hari-hari lainnya, maka wajarlah seorang mukmin untuk mengkhususkan hari Jumat dan bulan Ramadhan untuk mencari bekal akheratnya.
Di antara adab dan tata krama berpuasa adalah dengan menyegerakan berbuka puasa apabila telah tiba waktunya. Dan sebaiknya berbuka dengan buah kurma, dan jika tidak ada mulailah dengan air.
Nabi shallallahu alaihi wasallam senantiasa berbuka puasa dahulu sebelum menunaikan shalat maghrib. Beliau bersabda, “Umatku senantiasa tetap berada didalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan makan sahur.”
Nyatalah bahwa mengakhirkan makan sahur (selama tidak ragu akan terbitnya fajar) adalah sunnah bagi orang yang berpuasa.
Hendaknya orang yang berpuasa membiasakan diri makan sedikit dan tidak berlebihan, sehingga bisa merasakan pengaruh puasa itu atas dirinya. Kelak ia akan menemukan rahasia-rahasia dan tujuan puasa, yaitu mendidik jiwa dan mengurangi nafsu syahwat. Sebab, berlapar diri dan mengosongkan perut bisa meninggalkan pengaruh yang baik untuk menerangi hati nurani dan membangkitkan semangat pada anggoa badan untuk beribadah. Manakala kenyang perut merupakan sumber kelalaian dan bekunya hati, disamping menimbulkan perasaan malas untuk beribadah.
[Banyak dikutip dari Buku Imam Abdullah bin Alwi AlHaddad]
http://bisyarah.wordpress.com/2010/09/03/masih-ada-kesempatan-2/