Malam Mahabbah Untuk Rasul

Posted on admin on May 1, 2010 // Comments Off

Azan Shubuh belum lagi dikumandangkan, akan tetapi mushalla pesantren Salafiyah sudah penuh sesak. Bahkan, pelatarannya pun sudah dijubeli manusia. Mereka antusias untuk mengikuti maulid nabi yang dihelat pesantren asuhan KH. Idris Hamid itu. Kaum muslimin yang hadir bukan hanya dari Pasuruan, namun dari berbagai kota dari penjuru Nusantara.

Ketika salat shubuh selesai dilakukan, manusia berdatangan bak air bah. Jl. KH. Abdul Hamid mesti ditutup karena banyaknya para pecinta Rasulullah SAW. Subuh itu bertepatan dengan hari Selasa tanggal 23 Februari 2010. Gelaran maulid sendiri masuk dalam rangkaian peringatan haul KH. Abdul Hamid bin Abdullah bin Umar, seorang ulama yang ilmu dan kesufiannya sangat tenar di tanah air.

Maulid dibuka sekitar pukul 05.30 dengan pembacaan Ummul Qu’ran, diteruskan untaian Simtud Durar karya Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi. Yang menarik, selesai mahallul qiyam, dilangsungkan akad nikah yang dilakoni beberapa alumnus Pesantren Salafiyah. Khotbah nikah disampaikan oleh Habib Hasan bin Muhammad bin Hud as-Segaf. Walau butiran gerimis mulai berjatuhan dari langit, tak satu pun hadirin yang beranjak dari majelis itu.

Kemudian Habib Taufiq berdiri untuk memberikan tausiyah. “Rasulullah SAW adalah satu-satunya pintu menuju Allah SWT,” beliau memulai. “Barangsiapa hendak datang kepada Allah SWT tanpa melalui beliau SAW, maka ia takkan sampai.” Lantas Habib Taufiq menekankan pentingnya mahabbah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai bekal keselamatan di dunia dan akhirat. Habib Taufiq menceriterakan kisah A’robiy (orang Arab pedalaman) yang mendatangi Rasulullah SAW di kala beliau SAW tengah bersama para sahabat. “Kapankah kiamat, wahai Rasulullah?” tanya si A’robiy. “Apa yang kau siapkan untuk menyambut hari itu?” Rasullah SAW balik bertanya. “Tak ada, aku hanya memiliki rasa cinta kepadamu,” jawab  A’robiy. “Kelak kamu akan dikumpulkan bersama orang yang kamu cintai,” jawab Baginda Rasul SAW. Mendengar sabda itu, hati A’robiy, juga hati para sahabat yang hadir, menjadi berbunga-bunga.

Habib Taufiq mengakhiri tausiyah dengan munajat yang menggetarkan hati. Beliau juga mengajak hadirin untuk membaca kalimat tauhid bersama-sama sebelum acara maulid ditutup pembacaan doa oleh KH. Idris Hamid.

Turbah Habib Alwi

Lagi-lagi Habib Taufiq mengajak kaum muslimin mengenang sirah Nabi Muhammad SAW. Kali ini di Turbah Habib Alwi bin Segaf as-Segaf di desa Kebon Agung, Pasuruan. Acara maulid dilaksanakan bakda salat isyak, dimulai dengan ziarah yang dipandu sendiri oleh Habib Taufiq.

Malam itu, Rabu 24 Februari 2010, yang dibaca adalah Maulid Diba’, karya Syekh Abdurrahman ad-Diba’iy. Kasidah-kasidah sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW yang disenandungkan di sela-sela pembacaan maulid berhasil membius hadirin. Lebih lagi tatkala mahallul qiyam, semua orang berdiri, mengambil sikap takzim, lalu memuji Baginda Rasul dengan sepenuh hati, seolah beliau SAW hadir di hadapan mereka. Beberapa orang bahkan menitikkan air mata.

Lantas Habib Taufiq memberikan ceramah ruhani. Kali ini beliau mengenakan pakaian serba putih. Selembar surban hijau tersandang di pundak kanan. “Ketahuilah hadirin, Rasulullah SAW adalah cahaya. Cahaya yang tidak seperti cahaya matahari. Bila cahaya matahari hanya menerangi dunia di kala siang, Rasulullah SAW menerangi hati kita di dunia dan akhirat,” jelas Habib Taufiq dalam tausiyahnya. Lalu beliau berceritera “Suatu ketika Abu Hurairah RA ditanya oleh seseorang, “Apakah wajah Rasulullah SAW seperti pedang?” Abu Hurairah menjawab, “Bukan. Akan tetapi wajah beliau SAW terang seolah matahari berjalan di wajah itu.” Sedang Imam Ali bin Abi Thalib mensifati wajah beliau SAW dengan sebuah metafora yang sangat indah, “(Wajah beliau SAW) seperti rembulan. Bahkan lebih terang dari rembulan tatkala tak terhalang oleh awan-gemawang.”  

Habib Taufiq terus mengilustrasikan karakteristik elok Baginda Rasul SAW dalam majelis kali ini. Memang, tak bisa dipungkiri, Beliau SAW adalah ciptaan paling sempurna. Beliau SAW adalah puncak dari segala keindahan di semesta ini. “Ya Rabb, muliakan diri ini dengan bisa memandang wajah junjunganku (Rasulullah SAW),” begitu Habib Taufiq berdoa dengan menukil sebait syair Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi. Hadirin, yang tumpah ruah di sekitar Turbah Habib Alwi bin Segaf, mengamini dengan khusuk.

Maulid kemudian dipungkasi dengan doa yang didaraskan Habib Hasan bin Muhammad as-Segaf, sesepuh Ba Alawi Pasuruan yang tak lain adalah mertua Habib Taufiq.

Turbah Habib Jakfar bin Syaikhan as-Segaf

Inilah klimaks dari rangkaian peringatan maulid nabi besar Muhammad SAW di kota Pasuruan. Diadakan pada tengah malam, tepatnya pukul 01.30 dini hari, ketika kalender baru saja membuka tarikh 12 Rabiul Awal 1430 Hijriyah atau 26 Februari 2010 Masehi. Pemilihan waktu tengah malam ini bukanlah asal-asalan, akan tetapi merujuk pada pendapat masyhur yang dikemukakan para ulama salaf. Ya, mereka meyakini bahwa pada momen itulah Baginda Nabi SAW dilahirkan ke alam dunia.

Digelar di turbah Habib Jakfar bin Syaikhan as-Segaf, belakang masjid Jamik Al-Anwar Pasuruan, maulid kali ini tampak kolosal. Dua proyektor berukuran besar dipancang panitia guna memudahkan hadirin melongok suasana bagian dalam. Sejak pukul 23.00 puluhan ribu jama’ah mengalir dari berbagai kota sekitar Pasuruan, bahkan ada rombongan mobil dari kota Tuban. Suasana semarak, ramai, namun tetap khidmat dan khusuk.

Habib Taufiq tiba sesuai jadwal dan segera memimpin hadirin membaca bait-bait kasidah ziarah dan tawasul karya Habib Abdullah bin Husein bin Thahir. Beliau didampingi seorang tamu istimewa dari kota Surakarta, yakni Habib Husein bin Anis al-Habsyi. Memang dalam beberapa tahun belakangan,Habib Husein selalu menyempatkan diri hadir di peringatan maulid di Turbah Habib Jakfar.

Setelah pembacaan kasidah ziarah, hadirin mengambil tempat duduk. Atas permintaan Habib Taufiq, Habib Husein kemudian meratibkan Al-Fatihah dan mendaraskan maulid Simtud Durar karya datuknya, Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi. Harus diakui, bacaan beliau begitu syahdu di telinga. Modulasinya halus dan sangat terasa penuh penghayatan. Hadirin seolah terbawa terbang, melukiskan sosok Nabi SAW dalam angan mereka. Suasana semakin khusuk ketika mahallul qiyam tiba. Hadirin menengadahkan tangan, memohonkan segala cita berkat Sang Junjungan SAW.

Lantas Habib Taufiq memberikan mauidhah hasanah. Kharisma beliau seolah “menyihir” seluruh hadirin di malam itu. Kantuk di mata sirna seketika. Mereka menyimak kalam demi kalam yang terlontar dari lisan beliau dengan semangat. Habib Taufiq menerangkan kebesaran Nabi Muhammad SAW, “Allah SWT tak pernah memanggil Rasulullah SAW dengan nama beliau langsung, akan tetapi Allah SWT memanggil beliau dengan gelar beliau. Beda dengan para nabi yang lain, Allah SWT kerap memanggil mereka dengan nama mereka. Itulah keistimewaan nabi kita Muhammad SAW.”

Tanamkan mahabbah kepada Nabi SAW di hati kita. Jadikan rasa cinta kita kepada beliau SAW lebih besar dari rasa cinta kita kepada keluarga, harta, bahkan diri kita sendiri,” seru Habib Taufiq.

Tak terasa, malam mendekati Shubuh. Hati masih bergelora untuk mengagungkan Rasulullah SAW. Mauidhah yang disampaikan Habib Taufiq sarat dengan motivasi untuk menambah kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu beliau memohon Habib Husein untuk menutup maulid dengan bacaan doa Simtud Durar. Untaian doa yang ditulis Habib Ali al-Habsyi, manusia yang rasa cintanya kepada Nabi tak tertandingi di masanya, dibawakan dengan bagus oleh Habib Husein. Sementara, panitia membagikan roti kepada hadirin. Setiap potong roti, dan berkah dari nabi SAW, akan mereka bawa pulang untuk kemudian dibagikan kepada keluarga di rumah. Tim CN.

http://cahayanabawiyonline.com/?p=253